Cut Nyak Dhien (1850–1908) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pejuang perempuan tangguh dari Aceh. Ia lahir dari keluarga bangsawan di Lampadang, Aceh Besar, dan dididik dalam lingkungan yang kental dengan nilai agama dan semangat perjuangan.
Setelah suaminya, Teuku Cek Ibrahim Lamnga, gugur dalam pertempuran melawan Belanda, Cut Nyak Dhien melanjutkan perlawanan bersama pasukan rakyat Aceh. Ia kemudian menikah dengan Teuku Umar, tokoh penting dalam perang Aceh, dan keduanya memimpin perlawanan dengan strategi gerilya yang membuat Belanda kewalahan. Setelah Teuku Umar gugur pada 1899, Cut Nyak Dhien tetap melanjutkan perjuangan meski dalam kondisi tua, sakit-sakitan, dan kekurangan logistik.
Pada tahun 1901, karena kondisi fisik yang melemah dan atas pengkhianatan orang dekatnya yang tidak tega melihat penderitaannya, Cut Nyak Dhien akhirnya ditangkap oleh Belanda. Ia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, hingga wafat pada 6 November 1908.
Cut Nyak Dhien dikenang sebagai simbol keberanian, keteguhan, dan semangat perjuangan perempuan Indonesia. Namanya diabadikan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1964.